darmawulan.site - Gagasan tentang bagaiamana manusia itu sudah ada berabad-abad lalu. Manusia dengan manusia yang lain akan terus berinteraksi. Ada yang berpendapat bahwa manusia adalah serigala yang akan memangsa manusai lain, yang sering diistilahkan homo homeni lupus. Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh Plautus. Kehidupan manusia seperti ini layaknya bintang di alam bebas dengan sitem hukum rimba, siapa yang kuat ia yang menang.
Nanun ada yang membantah, manusia bukan serigala buas, justru manusai adalah mahkluk sosial. Ia mahkluk yang unik dengan banyak kepentingannya yang berbeda antara satu dengan lainnya, namun tetap saja tidak sanggup hidup sendiri. Manusia akan saling membutuhkan satu sama lain. Fakta ini akan susah dibantah lagi, terlebih jauh lebih relaistis ketembang mengtakan manusia sebagai serigala.
Banyaknya kepentingan dalam satu kelompok besar manusia, kegiatan intens untuk terus berinteraksi di pasar, pusat kota dan rumah peribadatan kemudain mendorang mereka untuk membentuk satu kesatuan masyarakat. Karena banyak sekali kepntingan dalam tubuh masyarkat itu sendiri, sering kali antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat tumpeng tindih.
Semisal ada pengusaha yang membuka pabrik di perkampugan. Kepentingan pemilik modal adalah menraut untung sebesar-besarnya, namun masyarakat juga memiliki kepentingan untuk mendapat pekerjaan di pabrik tersebut, terlebih lagi pabrik juga haru menjaga lingkungan hidup dari bahaya limbah pabrik. Sebab, sudah menjadi kepentingan masyarakat luas untuk mendapat lingkunhan hidup yang layak.
Individu dan Masyarakat
Buya Hamka dalam Lembaga Hidup, membagi dua sisi kehidupan. Pertama, terhadap dirinya sediri yang kesemua kepentingannya bersifat individual, tidak ada hubungannya dengan orang lain. Ia bekerja hanya untuk kepentigan pribadi. Kedua, kita akan berhubungan dengan kepentingan yang lebih luas, kepentingan masyarakat. Kepentingan-kepentingan masyarakat yang harus dipenuhi, semisal berperilaku baik, menaati aturan adat, sampai berkorban untuk kemajuan masyarakat.
Buya Hamka menegaskan posisi seorang sebagai bagian dari masyarakat. Setiap apa yang kita lakukan tidak mungkin lepas dari masyarakat. Ketika seorang mencari rezeki, tidak mungkin ia mampu mencari tanpa bantuan orang lain, mau tidak mau ia harus keluar dan berinteraksi dengan orang lain, lalu terjadi hubungan kerja. Lebih lanjut lagi, Buya Hamka berpendapat setiap kita dalam masyarakat adalah satu yang belum sempurna. Oleh sebab itu bersama dalam masyarakat menjadikan kita dapat saling melengkapi kekurangan masing-masing.
Namun tidak bisa dipungkiri, bahwa kepentingan individu dan kepentingan masyarakat bisa saja berbenturan, keinginan individu terkadang tidak selaras. Idealnya individu itu yang harus berkorban untuk kepentingan masyarakat. Sebab jika masyarkat baik, dirinya pun ikut baik, jika masyarakat buruk dirinyapun ikut buruk, mengingat diri juga merupakan bagian dari masyarkat itu sendiri.
Kewajiban Terhadap Masyarakat
Buya hamka juga membagi dua tanggung jawab yang dipikul oleh seseorang. Pertama, kewajiban terhadap dirinya dendiri, dimana seorang itu harus merawat kesehatan, martabat dan kemuliaan dirinya. Kedua, kewajiban terhadap masyarakat. Bekerja untuk kemaslahatan dan berupaya dengan kemampuan yang dimiliki ikut membangun masyarkat yang dicita-citakan.
Kata Buya Hamka dalam Lembaga Hidup hlm 157, kita wajib memenuhi kewajiban kita kepada sesama manusia lantaran asal-usul kita satu, dari satu keturunan, satu tabiat, yaitu kemanusaian dan satu tujuan yaitu kemulian
Terlebih untuk mencapai idealnya masyarakat yang sentosa, Buya Hamka menambahkan keharusan kita untuk menaati satu aturan, yaitu aturan budi. Peraturan budi yang dimaksud ada dalam diri sendiri, di dalam dhamir (perasaan halus). Didalamnya terdapat hak yang tidak boleh untuk melanggar hak itu. Setiap orang wajib juga untuk menghormati atas hak masing-masing. Dengan demikian terciptalah keadilan.