Image result for kursi menteri ilustrasi
credit : law-justice.co

 oleh Dhima W. Sejati

darmawulan.site - Hari-hari ini Megawati berpidato di kongres ke-V PDIP di Denpsar, Bali, Kamis (8/8). Dihadiri tokoh-tokoh politik sepeti, Jokowi, Ahok, Surya Paloh sampai Prabowo. Tentu juga dihadiri para kader partai. Kongres menjadi perhatian media, kerena gaya pidato Megawati yang sedikit berbeda. 

Ada yang menarik dari perkataan Megawati, mau minta jabatan katanya. PDIP harus yang paling banyak. Pernyataan itu langsung dijawab Priseden terpilih, Jokowi,  katanya nanti PDIP pasti terbanyak mendapatkan jabatan meteri. Tenang.  

Lelucon yang miris. Nada pidato Megawati sangat lucu, memakai gimik yang santai, entah yang dimaksud satire atau memang mau stand up comedy. Lucu, sangat cair, tetapi lelucon itu miris. Terang-terangan di mibar forum yang mulia, kongres PDIP, langsung ditembak untuk membidik jabatan manteri.

Jujur saja, saya tidak tahu apa isi dan poin penting yang disampaikan Megawati. Saya harap apa yang disampaikan tentang marhaenisme, sebagaimana logo banteng PDIP mengingatkan saya pada logo PNI, yang berideologi marhaenisme. Itu lebih menarik untuk didengar, sebab orang-orang marhaen akan peduli dengan para buruh tani, orang-orang miskin, melawan penindasan, ketidakadailan dan pengkerdilan.

Yang jelas bukan menagih secara terbuka jabatan menteri, atau membahas kepentigan sepihak partai. Jika demikian, malu. Saya sarankan jangan disiarkan media, malu jika sampai rakyat mendengar. Lalu beranggapan ternyata begini perilaku politikus kita, hanya membicarakan agenda politik praktis semata. Tidak membicarakan rakyat, tidak membicarakan penderitaan, kelaparan, kemiskinan, kebodohan dan kebobrokan moral anak bangsa.

Presiden sendiri diolok-olok di dipan publik, seakan partai politik lebih besar dan lebih berhak menentukan siapa yang duduk di kabinet. Jika saya presidennya, ingin saya tanya balik, yang menjadi presiden saya atau anda ? kok ngatur-ngatur ? Padahal presiden itu kuat, lembaga yang sangat kuat. Ia bisa membuat peraturan, mengeluarkan dekrit, menggerakan tentara, sampai menyatakan perang, jabatan presiden sangat kuat, tapi kok seakan lemah di hadapan parpol ?

Presiden apakah terikat kontrak politik ? sampai-sampai harus memilih dan membagi kursi menteri ke banyak parpol. Menteri adalah jabatan yang serius di sebuah pemerintahan, mereka mengurusi banyak persoalan praktis. Misal  menteri ekonomi dengan tantangan mata uang yang semakin melemah atau  hutang negara. Menteri pendidikan menghadapi masalah literasi kita yang buruk, kualitas kampus yang tidak merata, sampai kualitas dosen yang buruk.

Jika menteri hanya dipilih berdasar kepentingan politik, apakah akan relevan dengan persoalan yang dihadapi. Tuntutan tugas para menteri besar, bukan hanya persoalan agenda politik. Apalagi soal gengsi, seakan partai politik yang memiliki banyak menteri di kabinet itu partai yang paling epic ? justru rebutan kursi menteri membuat mata yang melihat merah.

Presiden sedang tetawan, tertodong tuntutan jabatan menteri, menuggu dan menimbang agar parpol tidak ngambek,. Padahal seperti yang dikatakan Sandiaga Uno di ILC, presiden bisa saja bekerja sekarang, dalam artian memilih menteri sekarang, tidak perlu sampai menunggu September. Apalagi menunggu rekonsiliasi, atau menunggu sodoran nama-nama menteri dari parpol pendukung.

Entah, saya miris, setiap ada momen yang katanya disebut pesta demokrasi, saya semakin miris. Melihat rakyat dibodohi dengan money politic, para politikus ribut masalah kursi, dan lagi yang membuat lebih konyol, membicarakan 2024 padahal pilpres baru usai. Seakan pilpres hanya sebatas berburu posisi di negeri ini, yang menjabat sebenarnya sadar atau tidak. Mereka mempunyai beban besar, masalah menumpuk, pelik, rumit. Mereka harus mejawab persoalan dalam dan luar negeri melalui roda perputaran pemerintahan.

Presinden harus tegas, menunjukan wibawanya, bahwa anda presiden kami, presiden terpilih, harus mampu menentukan sikap. Tidak tepengaruh oleh parpol yang hanya mementingkan diri mereka. Sekarag pilihan ada di tangan presiden, mau memuluskan kepentingan partai atau kepentingan rakyat ? yang mana pak presiden ?

Jangan mabuk, jangan mabuk pak !

Saya melihat banyak orang di sektitar presiden yang haus, tapi yang ia minum air laut. Bukannya semakin lega, tapi malah semakin haus. Itulah tipikal orang yang nafsu jabatan. Semoga negeri ini aman dari mereka.