![]() | ||
foto : Fatih Hadiwarsa |
oleh Irfan Abdullah Irsyad (Mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Surakarta)
darwisfoundation.com - Polemik
terkait Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan disahkan
oleh anggota DPR RI menuai banyak protes ataupun masukan pada pasal-pasal yang
dianggap kontroversial. Mulai dari pasal yang membahas hewan ternak sampai
dengan pasal-pasal yang menyangkut perzinaan.
Terkait
beberapa polemik dalam pasal-padal RKUHP tersebut berimbas pada adanya
demonstrasi dan berbagai protes yang dilakukan oleh mahasiswa di berbagai
daerah. Mahasiswa yang melakukan aksi menuntut untuk menolak atau membatalkan
disahkannya RKUHP tersebut.
Lalu apa saja
pasal-pasal yang dianggap kontroversial di kalangan masyarakat dan bahkan
kalangan akademisi ?
1. Pasal yang
membahas korupsi
Dalam pasal ini, terdapat problem yang harus
kita cermati dan kritisi. Yaitu terkait pidana yang dibebankan kepada pelaku
tindak pidana korupsi. Dalam RKUHP para koruptor hanya diancam dengan pidana
penjara minimal satu tahun dan denda minimal Rp10 juta. Ini adalah suatu pelemahan
ancaman sanksi. Jika kita bandingkan dengan UU Tipikor yang memberikan ancaman
pidana penjara minimal 4 tahun dan denda minimal satu miliyar.
Pelemahan
pada pasal ini yang dianggap oleh akademisi sebagai suatu hal yang dapat menghambat
proses penindakan korupsi.
2. Pasal
penghinaan Presiden
Pasal
penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dimunculkan lagi setelah Mahkamah
Konstitusi (MK) suda membatalkan pasal yang terkait penghinaan Presiden pada
tahun 2006. Pasal ini menuai protes dari berbagai kalangan dikarenakan dianggap
sebagai pasal karet yang bisa digunakan oleh aparat untuk menindak siapa saja
yang di anggap menghina Presiden. Padahal pasal tersebut dapat memberangus
kebebasan berpendapat dan kebebasan mengkritik Pemerintah agar kinerjanya lebih
baik kedepannya.
Jika pasal itu
tetap disahkan, maka akan terjadi otoriterianisme baru seperti era orde baru.
Hal ini bertentangan dengan cita-cita demokrasi yang salah satunya membuka kran
kebebasan berpendapat seluas-luasnya, tantu dengan tidak melanggar
undang-undang.
MK sebenarnya
juga sudah menambahi bahwa kedepannya jangan sampai ada atau muncul lagi pasal
terkait penghinaan Presiden, bahkan pasal yang mirip sekalipun jangan sampai
ada. Hal ini disebabkan agar tidak ada lagi otoriterianisme dan totaliterianisme
yang dilakukan pemerintah terhadap pihak-pihak yang mengkritiknya.
Lalu yang
menjadi pertanyaan bagaimana jika seorang Preaiden dihina secara pribadi atau direndahkan martabatnya ? Tentunya Presiden
dapat melaporkan langsung kepada pihak yang berwenang dengan pasal pencemaran
nama baik. Jadi seorang presiden boleh meprosesnya melalui prosedur hukum atas
nama pribadi, bukan presiden.
3. Pasal
Makar
Dalam pasal
ini yang menjadi permasalahan adalah anggapan bahwa setiap aktivitas atau
kegiatan yang dilancarkan untuk merongrong wilayah NKRI dan ingin menggulingkan
pemerintahan yang sah dianggap sebagai makar.
Padahal dalam
KUHP warisan kolonial, makar itu adalah penyerangan dengan senjata yang bertujuan
mengkudeta pemerintahan yang sah atau untuk memisahkan diri dengan NKRI. Dan
ancaman hukuman dari kejahatan makar adalah hukuman mati atau hukuman penjara
20 tahun sampai seumur hidup. Jika kita
telisik pasal ini, maka ada suatu hal yang perlu kita cermati bahwa tidak semua
upaya meminta preiden mundur dikategorikan perbuatan makar.
Kita coba untuk membuat permisalan. Jika misalnya ada kelompok yang melakukan aksi dan orasi yang menuntut Presiden untuk mengundurkan diri karena tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan benar bukanlah suatu makar, akan tetapi itu sebuah kritik.
Atau misalkan ada masa yang mendesak DPR untuk memeriksa Presiden karena di anggap tidak bisa mengelola negara dengan baik itu juga bukan makar, tetapi suatu proses demokrasi.
4. Pasal
tentang gelandangan
Pada-pasal
yang membahasi ini terjadi suatu kontradiksi, pasal ini menyebutkan bahwa
gelandangan yang meresahkan masyarakat akan dikenai pidana denda sebesar satu
juta. Hal ini bisa menjadi permasalahan.
Bagaimana mungkin gelandangan yang setiap hari berjuang untuk mencari sesuap nasi dengan cara mengamen, memulung, atau yang lain. Ini bertentangan denga amanah UUD 1945 bahwa orang miskin dan gelandangan dipelihara oleh negara. UUD jelas mengamanatkan untuk negara memelihara rakyatnya yang kesusahan. Justru dalam RKUHP negara malah mengkriminalisasi rakyatnya sendiri yang kurang mampu.
Bagaimana mungkin gelandangan yang setiap hari berjuang untuk mencari sesuap nasi dengan cara mengamen, memulung, atau yang lain. Ini bertentangan denga amanah UUD 1945 bahwa orang miskin dan gelandangan dipelihara oleh negara. UUD jelas mengamanatkan untuk negara memelihara rakyatnya yang kesusahan. Justru dalam RKUHP negara malah mengkriminalisasi rakyatnya sendiri yang kurang mampu.
5. Pasal
tentang pembiaran unggas dan hewan ternak
Dalam pasal
ini yang menjadi perbincangan di kalangan akademisi dan masyarakat adalah soal
hewan ternak iktu sendiri. Pasal ini menjelaskan bahwa apabila ada
hewan ternak memasuki dan merusak lahan milik seseorang yang sudah ditaburi
benih akan dikenakan pidana berupa denda. Ini sangatlah tidak etis, karena seharusnya
cukup diselesaikan dengan cara kekeluargaan, atau cukup diatur dalam Perda
(Peraturan Daerah), bukan diatur dalam KUHP.
6. Pasal
tentang pelanggaran HAM berat
Dalam pasal
ini, terjadi pengurangan ancaman pidana jika dibandingkan dengan UU No. 26 tahun
2000. Dalam RKUHP ancamannya adalah 5-20 tahun penjara, sedangkan dalam UU No 26
th 2000 ancamannya adalah 10-25 tahun.
Ini penurunan yang sangat drastis, mengingat bahwa pelanggaran HAM berat adalah kategori ekstra orginary ctime atau disebut juga pelanggaran hukum yang luar biasa. Dan ancaman dari kasus ini haruslah sangat berat agar tidak terjadi lagi pelanggaran berat HAM yang serupa dikemudian hari.
Ini penurunan yang sangat drastis, mengingat bahwa pelanggaran HAM berat adalah kategori ekstra orginary ctime atau disebut juga pelanggaran hukum yang luar biasa. Dan ancaman dari kasus ini haruslah sangat berat agar tidak terjadi lagi pelanggaran berat HAM yang serupa dikemudian hari.
Itulah
beberapa pasal yang diangap kontroverial dan banyak dari kalangan masyarakat meminta kepada DPR
dan pemerintah untuk mengkaji ulang dan merevisi pasal-pasal tersebut sesuai
dengan semangat reformasi.
Sehingga bangsa kita memiliki KUHP sendiri yang merupakan buah pikir dan kerja keras dari putra-putra terbaik bangsa. Sekaligus bisa meninggalkan KUHP warisan kolonial yang selama ini dipakai. Perlu diketahui KUHP warisan Belanda berumur 126 tahun.
Itu berarti masa Hidia-Belanda sudah digunakan, dan pada masa kemerdekaan sampai sekarang masih tetap digunakan. Padahal di negara asalnya KUHP tersebut sudah tidak dipakai lagi dan sudah mengalami tiga kali proses perubahan.
Sehingga bangsa kita memiliki KUHP sendiri yang merupakan buah pikir dan kerja keras dari putra-putra terbaik bangsa. Sekaligus bisa meninggalkan KUHP warisan kolonial yang selama ini dipakai. Perlu diketahui KUHP warisan Belanda berumur 126 tahun.
Itu berarti masa Hidia-Belanda sudah digunakan, dan pada masa kemerdekaan sampai sekarang masih tetap digunakan. Padahal di negara asalnya KUHP tersebut sudah tidak dipakai lagi dan sudah mengalami tiga kali proses perubahan.