oleh Abdi R. Zia (Lawyer)

dirwisfoundation.com - Orang Perancis mengatakan, "du Chocs des Oponions Jaillit la verite" dari benturan berbagai opini akan muncul sebuah kebenaran. Perbedaan pendapat bila digelar secara jujur dan lugas dengan mengigat tanggung jawab pasti akan lahir buah pemikiran yang lebih brilian dan segar. Orang perancis kembali mengatakan "du chocs des idees jaillit la lumiere" dari benturan berbagai gagasan akan muncul sinar (kebenaran) so jangan pernah menutup diri dari perbedaan setajam apapun karena disana ada sinar yang menantikan hamparan harapan, atau seperti orang inggris katakan, "from the shock of ideas springs forth light".

Jika kekuasaan kotor maka puisi yang membersihkannya, itu kata siapa? jangan main- main kata John F Kennedy (29 Mei 1917- 22 November 1963) Predisen Legendaris Amerika Serikat, mustahil memang pusi itu hanya produk lamunan kosong semu, hanya permainan kata-kata layu, mendayu-dayu, sedih, dan tak berisi substansi yang kokoh. Akan tetapi mari kita lihat sejarah,  ada pembacaan puisi yang membuat para aparat keamanan Indonesia disiap siagakan, disaat orde baru akan tumbang, dibawah presiden Soeharto. tepatnya ketika Penyair WS Rendra (07 November 1935- 09 Agustus 2009) membac karyanya, puisi - puisi protes terhadap pemerintah. tercatat pada 5 Desember 1978  pembacaan puisi di Yogyakarta dihadiri 2500 an orang jumlah yang fantastis, penguasa dalam sistem tertutup mana ada yang berani? sungguh miris.

Puisi bukan hanya rangkaian kosong, mendayu-dayu, akan tetapi isinya adalah makna yang mendalam yang dirasakan oleh manusia, diwujudkan dalam kata-kata yang indah,bahkan dapat menguncangkan stabilitas politik dan  syaraf bagi kaum yang telah mapan yang peduli kekuasaan, puisi  Rendra Misalnya sangat peduli kaum dhuafa atau orang- orang miskin tertelantarkan,  ia berseru :

"jangan kamu bilang negara ini kaya

karena orang-orang miskin berkembang di kota dan di desa

jangan bilang dirimu kaya

bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya"

Pesan seruan itu persis kyai tetangga desa saya  Sabda Nabi Muhammad SAW : bisakah kamu tidur tenang, jika perut tetanggamu keroncongan?

Puisi tidak hanya mengancam kemampanan, tetapi juga mencerdaskan, mencerahkan batin dan  sekaligus menggerakkan orang untuk bertindak. itu dulu, bagaimana sekarang? di zaman demokrasi yang serba terbuka, ketika semua orang bebas berceloteh bermain kata-kata lewat media sosial yang bebas tanpa hambatan, masihkan puisi memiliki daya menggerakkan?

Jawabannya adalah bisa saja ia, akan tetapi tergantung pada ruh yang dikandung puisi itu dan kepedulian kita mendekatkan masyarakat. terutama generasi muda, terhadap karya sastra.

Sastrawan Melawan Korupsi

Sastrawan termasuk penyair  adalah orang-orang yang selalu gelisah melihat keadaan sekitar yang dianggap tidak sesuai kata hati nuraninya, itu sejak dulu, misalnya tentang korupsi Pramudya Ananta Toer (6 Februari  1925- 30 April 2006) sastrawan besar Indonesia yang sikap politiknya di anggap kontroversial, telah menulis novel berjudul "Korupsi" pada zaman  pemerintahan Presiden Soekarno.

Pram menyoroti benih-benih korupsi sebagai penyelewengan terhadap cita-cita Revolusi. novel itu berpengaruh pada hubungannya pada pemerintahan Bung karno, karya itu mengungkapkan modus dan skala korupsi saat itu. tentu belum sebesar seperti saat ini. pelaku dan nilainya.

Karya-karya Pram punya pengaruh besar  kepada sastrawan luar negeri. salah satunya, Tahar Ben Jeloun, sastrawan kelahiran Maroko yang kemudian bermukim di perancis. Sastrawan terkenal dengan berbagai penghargaan internasional itu menulis novel berjudul " Corruption", yang diakuinya berdasar novel " Korupsi" karya Pram

Itu dulu bagaimana dengan sikap penyair dan sastrawan kita saat ini, ketika barang haram itu meraja lela ? Lagi-lagi  sastrawan adalah "makhluk lain"  yang tinggal diatas angin, karena bisa melihat persoalan hidup sehari-hari termasuk korupsi dengan lebih jeli, banyak penyair kini yang gigih melawan korupsi melalui puisi. Salah satunya adalah para penyair Indonesia yang bergabung dalam forum sastra surakarta, mereka menerbitkan buku berjudul Puisi Menolak Korupsi (Mei 2013) yang memuat 85 penyair setebal 450 halaman.

Judul karya mereka beraneka ragam, ada yang kasar, garang, sarkastis, sinis dan skeptis. Tapi tak kurang pula yang lucu. Demikian pula ragam isinya. Inilah contoh beberapa judul Musang Berbulu Agama,  Selamat Datang di Negeri Setan, Surat Terbuka kepada Presiden Susi, Anas, Puisi Sapi dan Senjata di Selangkangan. Berikut contoh cuplikan isinya, "semoga monas bukan monumen Anas". Ada juga yang berpantun, "bukit kapur di singaraja, ngakunya jujur eh ternyata korupsi juga". Ada judul puisi judulnya panjang Reportase Puisi, Layanan Iklan Korupsi, tapi isinya pendek, berikut isinya :

Puisi terus ditulis,

Korupsi jalan terus

Habis.