Oleh A Zia Khakim
Semakin runyam masalah dalam kehidupan, telah menandakan bahwa peradaban umat manusia memang senantiasa terus bergerak cepat dan massif.
Melangkah maju dan menemui hal ikwhal baru sekaligus akan dihadapkakan dengan masalah baru dalam setiap zamannya. Dalam agama Islam sabda Rosulullah saw ;
“Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”.
Selain hadist tersebut pendapat lain juga diperkuat dengan perkataan salah seorang Khalifah Islam yang terkenal, “Didiklah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup bukan di zamanmu” – Ali Bin Abi Thalib.
Terlepas dari sumber mana yang paling kuat antara hadist Nabi dengan pesan Khalifah tersebut, secara garis besar titik tekan dalam kedua pesan tersebut adalah perubahan zaman yang pasti akan selalu terjadi.
Sudah beberapa hari ini kita dibombardir dengan apa yang disebut upaya Kenormalan Baru (New Normal), tapi jika kita teliti lebih lanjut, semua hanya berupa petunjuk teknis bagaimana melaksanakan normal baru itu, tanpa perubahan dan cara pandang baru.
Kita diminta menjaga jarak, memakai masker, rajin mencuci tangan, dan seterusnya, akan tetapi kita tidak diminta untuk merefleksikan dan merenungi dengan cara pandang baru bahwa jika kita serakah dan gegabah terhadap alam, alam akan memberi kita hukuman.
Inilah hukuman dan hikmah bagi ulah umat manusia di seluruh semesta (hanya untuk perenungan) tidak lantas kita negative thingking dengan Allah dan bisa jadi, hukuman ke depan, lebih keras dari Corona. Lebih mematikan. Lebih membuat kita menderita baik secara fisik maupun psikis.
alu muncul pertanyaan dibenak kita, apa yang tengah di upayakan penyelenggara negara.
Apakah normal baru diiringi oleh kesadaran baru? Dan apakah kesadaran baru diikuti dengan tata aturan baru?
Kenapa pemerintah tidak segera membuat semacam renungan nasional yang mengakui bahwa kita bangsa Indonesia,
telah melakukan kerusakan ekologi yang masif dan berlaku tidak manusiawi terhadap alam!
Kita tidak paham selama ini hanya mengekor bangsa-bangsa lain, mengeksploitasi alam secara berlebihan dan habis-habisan bahkan merusaknya, dan karena pandemi corona ini maka kita sebagai sebuah bangsa menyepakati akan menjadi salah satu pelopor untuk usaha bersama agar perusakan alam segera dihentikan dan betul-betul jadi sarana pemberhentian total.
Setelah itu diikuti dengan sekian aturan baru yang lebih ketat, yang terutama berurusan dengan tambang, pertanian homogen skala luas, pemakaian bahan bakar fosil yang masif, dan seluruh yang menyangkut paut dengan alam.
Jangan sampai tidak ada pelajaran hikmah pandemi corona ini. Sehingga diamnya kita, lesunya kita, puyengnya kita, itu hanyalah jeda sementara, yang kelak akan membuat kerusakan yang lebih besar di bumi ini.
Kemudian ketika kita kelak akan mengalami semacam pandemi corona yang lebih mematikan, kita kembali menangis menejerit sejadi-jadinya, menyesal apakah ini hanya pemanasan? dan kita sebagai manusia terlihat begitu bodoh.
Namun sayang, ketika hal itu terjadi lagi, kita semua sudah terlambat, alam akan mengutuk kita, kita, dasar manusia serakah! wallahualam bishowab.