Oleh: Ghofir Surya Pranata

Revisi Undang-Undang Pemilu pada awalnya masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021 saat ini justru ramai dibincangkan pasalnya revisi yang diusulkan oleh DPR tersebut justru saat ini ditolak oleh mereka sendiri.

Beberapa fraksi partai juga demikian banyak yang menolak hanya karna kepentingan untuk mempersiapkan perebutan kursi kekuasaan. Bersamaan dengan 37 RUU lainnya revisi UU Pemilu diajukan oleh DPR dalam prolegnas prioritas tahun 2021 yang diajukan pada bulan November tahun lalu.

Para fraksi partai merespon dengan cukup serius dalam pembahasan revisi UU Pemilu ini karna berkaitan dengan pelaksanaan pelaksanaan Pilkada serentak bersama dengan pemilihan anggota legislatif dan pemilu presiden.

Sedangkan dalam Rancangan Undang-Undang yang baru dilaksanakan pada tahun 2022 dan 2023 lebih awal dari yang sebelumnya. Yang menjadi pokok perhatian oleh para politikus adalah apabila benar akan dilaksanakan lebih awal maka akan berdampak ke beberapa kepala daerah yang akan mengalami kekosongan kepemimpinan

Beberapa kepala daerah seperti DKI Jakarta yang dipimpin oleh Anies Baswedan misalkan, kepala daerah Ibu Kota tersebut akan menjabat sampai tahun 2022. Apabila akan tetap dilaksanakan 2024 maka sudah dapat dipastikan akan mengalami kekosongan kepemimpinan selama 2 tahun.

Sehingga menurut saya apabila itu terjadi akan berpengaruh pada keberlangsungan daerah yang mengalami kekosongan kepemimpinan tersebut. Jika mengacu pada UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, apabila dalam masa jeda pilkada maka jabatan kepala daerah akan diisi oleh penjabat (PJ).

Ketika berlangsungnya pilkada masih menjadi wajar jika dalam masa pilkada sementara akan diisi oleh pejabat yang berwenang. Namun apabila melihat kondisi kekosongan kepemimpinan selama dua tahun apakah dapat berjalan efektif?

Pejabat yang diusulkan oleh Kemendagri dan diajukan kepada Presiden. Sehingga tidak menutup kemungkinan Kemendari dan Presiden yang berwenang untuk menentukan siapa PJ di daerah. sehingga menurut saya akan berisiko menimbulkan perdebatan karna akan memicu adanya kepentingan politik yang dibawa oleh beberapa pihak. Pada konteks ini khususnya akan memicu perdebatan oleh politikus partai karna dapat menimbulkan kepentingan politik oleh partai yang sedang berkuasa.

Sehingga dalam menyikapi adanya kepentingan ini seharusnya Kemnedagri segera ditindaklanjuti dengan mengambil langkah untuk meminimalisir terjadi kepentingan politik tersebut dengan mengubah beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal ini. 

Sehingga resiko terjadinya kepentingan politik selama masa kekosongan kepemimpinan tersebut dapat diatasi dengan misalnya melibatkan dinas yang berkaitan untuk dapat memberikan pengawasan dan memantau jalannnya pemerintahan selama kekosongan kepemimpinan.

Ditengah-tengah berbagai bencana yang terjadi di negeri ini pada awal tahun 2021 justru para petinggi elite pemerintah sibuk memikirkan jabatan dan kepentingan politiknya sungguh ironi.