Manusia memang selalu ada-ada saja, disaat banyak orang yang menempuh pendidikan di bangku sekolah maupun kuliah, ada salah seorang teman saya dari jurusan filsafat bertanya melalui group WhatsApps. Kurang lebih begini pertanyaannya “mengapa manusia harus berpikir?”. Bermacam jawaban muncul di room chat group tersebut. Ada yang menjawab dengan mengutip statement tokoh hingga ada yang menyertakan dalil dari nash agama.
Dari berbagai macam jawaban yang muncul sepertinya teman
saya belum puas atau belum menemukan jawaban yang dia cari. Saya sendiri juga
mengamati jawaban-jawaban tersebut sebetulnya benar semua, namun mungkin kurang
bisa diterima oleh logika teman saya karena banyak diantaranya hanya mengutip
dalil, akan tetapi lupa bagaimana dengan orang yang tidak percaya dalil.
Disaat yang sama saya juga berusaha menyiapkan jawaban
untuk ikut urun rembug agar terlihat aktif di group setidaknya. Namun
saya sendiri juga tak yakin dengan jawaban saya apakah dapat memuaskan dahaga intelektualitas
teman saya atau tidak.
Dalam logika saya muncul jawaban sederhana. Memaksimalkan
fungsi akal yang telah di anugerahkan Tuhan kepada kita. Kurang lebih itu
jawaban awal saya. Saat kita mempunyai sebuah barang, bukankah tujuannya untuk
di manfaatkan semaksimal mungkin? Lalu guna kita mempunyai akal jika tidak di
manfaatkan untuk apa lagi?
Setelah mengamati lebih lanjut, ternyata dari awal teman
saya mengajukan pertanyaan tersebut sebetulnya dia sendiri juga sedang
berpikir, mentranslatasikan keresahannya menjadi pertanyaan. Bukankah berarti
hal paling dasar mengapa kita berpikir adalah mencari jawaban atas keresahan
dan rasa ingin tahu kita? Bisa jadi iya bisa jadi tidak. Jawaban saya tersebut
tergantung pada setiap individu manusia.
Setelah saya menyiapkan jawaban tadi, ketika sudah mereda
perdebatan di room chat tersebut, saya mulai mengetik untuk melontarkan
jawaban saya dengan ikut menyertai dalil seperti jawaban-jawaban sebelumnya
namun dengan penafsiran saya.
Saya menjawab “untuk memaksimalkan fungsi akal yang telah
di anugerahkan oleh Tuhan”. Hal tersebut termaktub dalam surat Ali Imran ayat 190-191
yang mana kita diperintahkan untuk berfikir dan berdzikir. Lebih mendasar lagi
perintah pertama kepada umat manusia berupa iqra’ (bacalah; qara a –
yaqra u – iqra’). Ayat-ayat suci ini telah jelas menerangkan bahwa Tuhan
meng-anugerahkan akal kepada kita sekaligus memerintahkan untuk menggunakan
akal tersebut. Bahkan terang pula Tuhan menyindir manusia yang tak menggunakan
akalnya dengan sindirian afalaa ta’qiilun (apakah kamu tidak berpikir?).
Berpikir sebelum bertindak adalah ungkapan tepat bahwa segala sesuatu jika
tidak dipikirkan terlebih dahulu akan cenderung tidak maksimal, kurang baik
bahkan menimbulkan keburukan. Seperti pada penggalan ayat wa yaj’alur rijsa
‘alal ladzina la ya’qilun (dan Allah SWT akan menjadikan (mendatangkan)
keburukan kepada orang-orang yang tak mempergunakan akalnya). Namun disaat yang
sama Tuhan juga mengatakan bahwa tidak semua manusia mempergunakan akalnya
dengan baik; walakinna aktsarahum la ya’qilun (akan tetapi kebanyakan
mereka (manusia) tidak menggunakan akalnya (dengan sebaiknya)).
Dari firman-firman Tuhan tersebutlah dipahami bahwa manusia yang menggunakan akalnya saja belum tentu menghasilkan kebaikan apalagi yang tidak mempergunakan akalnya. Disinilah letak mengapa manusia harus berpikir. Wallahu a’lam
Keyword: berfikir